Menghadapi turnover karyawan adalah persoalan yang sudah tidak bisa lagi diabaikan oleh perusahaan. Dimulai dari Talent Acquisition: tujuannya adalah untuk merekrut karyawan dengan perilaku yang tepat dan karyawan yang akan bertahan di perusahaan untuk beberapa tahun ke depan.
Namun penyedia kerja tidak bisa mengabaikan tanggung jawabnya dalam mempertahankan tenaga kerjanya dan menjaga keterikatan karyawan untuk jangka panjang. Kegagalan atas tanggung jawabnya untuk mempertahankan tenaga kerja akan membuat bahkan karyawan dengan kinerja dan motivasi yang baik untuk mulai mencari pekerjaan lain.
3 faktor utama penyebab turnover karyawan:
- Budaya perusahaan: Menurut Columbia University, kemungkinan terjadinya turnover pada perusahaan dengan budaya perusahaan yang baik hanyalah sebesar 13,9 persen, sedangkan kemungkinan terjadinya turnover pada perusahaan dengan budaya perusahan yang rendah adalah sebesar 48,4 persen.
- Alur karir dan kesempatan belajar: Alur karir dan kesempatan-kesempatan untuk tumbuh dan belajar sangatlah penting bagi Milenial dan Gen Z. Dilansir dari sebuah studi oleh Linkedin, 94% karyawan akan bertahan di perusahaan jika perusahaan berinvestasi pada pembelajaran dan pengembangan.
- Kepemimpinan dan manajemen: Manajer tidak kalah penting untuk lingkungan kerja. Menurut Gartner, 68% karyawan akan mempertimbangkan untuk resign jika merasa tidak ada support dari manajemennya sendiri.
Mari lihat lebih dekat apa dampak nyata dari Turnover sendiri. Berbanding terbalik dari yang banyak orang pahami yaitu hanya mempertimbangkan “biaya rekrutmen” untuk menjelaskan biaya keseluruhan dalam turnover karyawan; ada banyak faktor yang perlu diperhitungkan dalam biaya total dari turnover.
“Biaya tersembunyi” bisa jadi lebih tinggi dari yang Anda kira. Ayo kita bongkar.
Mengapa biaya perekrutan yang buruk begitu tinggi?
1. Cost of vacancy (COV)
Cost of vacancy adalah biaya yang dikeluarkan saat suatu posisi pekerjaan tidak terisi.
Untuk posisi yang tujuannya menghasilkan keuntungan; saat jabatan tersebut tidak terisi, COV akan mudah untuk dihitung. Anda hanya perlu menentukan besar keuntungan yang tidak dicapai saat posisi tersebut tidak terisi.
Namun, untuk jabatan yang tidak secara langsung menghasilkan keuntungan (posisi non-sales seperti HR, Finance, IT, dll); akan lebih sulit untuk menghitung kerugian, dampak pada moral tim, dampak pada tenggat proyek, dan keseluruhan biaya untuk menutupi kekosongan jabatan (misalnya membayar biaya lembur untuk tambahan beban kerja tim). Studi dari Harvard University menemukan bahwa rata-rata Cost of vacancy seorang karyawan dari sebuah perusahaan adalah tiga kali lipat dari gajinya.
2. Biaya rekrutmen
Biaya total rekrutmen adalah bagian yang paling menonjol: biaya rekrutmen dapat dihubungkan dengan “biaya langsung” dari turnover karyawan dan dapat menghitung seluruh pengeluaran yang berhubungan dengan:
- Biaya pengiklanan: berapa besar biayanya untuk memasang iklan kerja
- Biaya tim rekrutmen: Gaji untuk HR untuk memenuhi kelowongan dan menyelesaikan proses rekrutmen (dari membuka lowongan, screening CV, wawancara kandidat, reference check, hingga offering).
- Biaya agensi rekrutmen: biaya apapun yang dalam outsourcing rekrutmen, atau biaya eksternal lainnya (asesmen, tes psikometri, dll).
3. Biaya onboarding
Setelah rekrutmen, karyawan baru perlu menyesuaikan diri dengan perusahaan dan perlu dilatih untuk menutup jabatan yang kosong sebelumnya
Biaya onboarding dapat mencapai sekitar 26% dari biaya total turnover. Proses ini secara umum memerlukan materi instruksi dan waktu yang cukup banyak untuk training dari manajer lini dan rekan kerja sehingga karyawan baru dapat:
- Memahami lingkungan kerja, karyawan lain, budaya perusahaan, dan kebiasaan kerja
- Menghandle pekerjaan dan mengerjakan tugas dengan tepat waktu dan secara efisien.
4. Biaya non produktivitas
Biaya non produktivitas diartikan sebagai biaya hilangnya produktivitas sebelum karyawan baru dapat secara 100% produktif dan sanggup menduduki jabatannya.
Mudahnya, biaya non produktifitas dapat diperkiraan dengan cara demikian:
- Selama satu bulan pertama: Setelah training selesai, karyawan baru akan bekerja dalam 25% produktivitas, artinya biaya yang hilang dalam produktivitas adalah sebesar 75% dari gaji karyawan.
- Setelah satu bulan berlalu, karyawan biasanya akan mencapai tingkat produktivitas hingga 75% dengan nilai biaya 25% dari gajinya.
5. Faktor-faktor tak terhitung yang mungkin akan mempengaruhi biaya turnover karyawan Anda
- Beban kerja untuk tim: Tugas yang biasanya dikerjakan oleh karyawan lama perlu dilemparkan kepada anggota tim yang lain untuk memastikan keberlangsungan. Beban tugas tambahan ini sering menyebabkan menurunnya produktivitas dan efisiensi tim.
- Menguras moral karyawan: Karyawan yang meninggalkan perusahaan mungkin saja memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerjanya. Kehilangan anggota tim yang berharga biasanya akan berujung pada menurunnya moral tim, kekesalan terhadap manajemen, dan berkurangnya keterikatan serta produktivitas.
- Risiko reputasi: Karyawan yang meninggalkan perusahaan dengan tidak baik-baik (untuk alasan apapun) dapat merusak citra perusahaan, yang juga dapat berdampak pada keuntungan perusahaan serta kemampuan perusahaan untuk menarik karyawan baru (dampak pada brand image).
- Risiko kehilangan pelanggan tetap: Untuk karyawan yang menghasilkan keuntungan yang baik dengan pelanggannya, meninggalkan perusahaan dengan portofolio klien yang dimiliki dapat berisiko buruk jika karyawan tersebut pindah ke perusahaan pesaing. Risiko seperti ini dapat secara langsung mempengaruhi kelangsungan bisnis perusahaan tergantung industri dan jabatan karyawan tersebut di perusahaan barunya.